Minggu, 19 Oktober 2008

Komentarku tentang JakArt@ 2008

SINAR HARAPAN

Senin, 01 September 2008

JakArt@2008
Mengusung Wilayah Imajiner dan Kenyataan di Masyarakat
Jakarta - Ide festival JakArt@2008 sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya selalu menarik.
Festival yang digelar sejak tahun 2001 ini, selain pernah mengisi gang-gang di Kota Jakarta, pada tahun 2003 juga pernah membuat rangkaian sekitar 1 kilometer konvoi pentas keliling Pulau Jawa dan Bali. Festival ini juga pernah berkeliling ke kota-kota di negara lain.
Pada tahun ini, Jakart@2008 juga punya konsep yang unik. Dengan mengusung tema "Dilarang, Dilupakan dan Diabaikan", dengan moto "Realita dimulai saat fantasi berakhir", paradoks antara realitas artifisial yang imajinatif, virtual di dalam kenyataan saat ini sehingga menyulitkan pembedaan wilayah imajiner dan wilayah kenyataan.
Sastrawan dan penyair Radhar Panca Dahana, yang menggagas tematik ini sejak tahun 2005, pernah
mengatakan kepada wartawan bahwa festival memang dirancang untuk mengeksplorasi keterbatasan persepsi.
Ada pembeberan dan promosi kekuatan imajinasi, mengungkap dan menemukan realitas alternatif termasuk mengkritisi kondisi masyarakat di sekitarnya.
Pembina JakArt@2008, Ary Sutedja, menyatakan konsep festival ini adalah menyuguhkan satu bagian spesial, di mana situasi mutakhir kebangsaan kita akan diproyeksikan. Suatu situasi di mana realitas hidup manusia dengan realitas artifisial, imagis, virtual, atau hologramik semakin sulit dibedakan antara yang nyata dan imajiner. Tiga kategori yang menjadi konsep festival rutin untuk tahun ini adalah kategori imaginary festival (festival imajiner), kategori peristiwa nyata yang berlangsung di seluruh Jakarta - konsep rutin festival ini, juga kategori memadukan yang konseptual dan yang nyata.
Festival yang pada 2008 ini menghadirkan ratusan seniman dari puluhan genre dengan nuansa artistik, tradisional hingga kontemporer ini telah menggelar penutupannya. Acara penutupan diadakan di Studio 1 - Kineforum Taman Ismail Marzuki (TIM) 21 dan di Plaza - Taman Parkir Galeri Cipta II TIM, Sabtu (30/8) malam. Di Kineforum selain menghadirkan pemutaran film "Alexandria... New York" karya Yoosef Chahine juga Deklarasi Hak Mutlak Seniman dan Pemikir, sedangkan di Plaza TIM selain deklarasi juga menghadirkan kelompok musik Mahagenta juga Komunitas Seni Tadulako.
Seperti ide JakArt sebelumnya, maka pada JakArt@2008 ini, salah satu aktivis Teater Koma, Herlina Syarifudin, melihat ide festival ini sebenarnya mengena. "Secara konsep menarik, itu bisa dikatakan, menjangkau hingga ke pinggiran, untuk bisa mengapresiasi kesenian yang sebenarnya banyak orang yang tidak bisa mengetahui dan tidak bisa datang," ujarnya.
Lina melihat pergelaran seni yang di kampung-kampung lebih terasa manfaat dan sasarannya. Dia menyebut pentas tari di Jakarta Barat yang dilakukan oleh Okti yang diselipkan di antara momen HUT Kemerdekaan RI. Di luar pernyataan Lina, pementasan Lab Teater Syahid yang bekerja sama dengan Kontras dan JakArt@2008 pun cukup dinikmati oleh publik akademis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
"Aku senang dengan pandangan polos masyarakat di sana tentang seni kontemporer. Yang aku lihat mereka bukan tertarik pada performance-nya, tapi karena gerakan yang menurut mereka buat tertawa. Padahal, gerak tari yang ditawarkan Okti kan berawal dari konsep psikis. Walau beda cara menerimanya tetap dianggap sebagai pertunjukan. Jadi, berlapis-lapis, penonton menafsirnya benar-benar polos, padahal itu gerakan yang benar-benar konseptual. Bagi publik itu hiburan yang mengasyikkan dan suatu hal yang baru," paparnya.
Di Kota Jakarta, citraan dan distorsi iklan, billboard, peradaban internet dan media elektronik termasuk percepatan kehidupan, memang telah mendistorsi kenyataan. Namun, di ibu kota dari negara dunia ketiga yang terus berkembang pesat ini, ada berbagai segmen masyarakat yang berbeda. Konsep JakArt@2008 ini memang memberikan konsep yang tendensius: wacana kesenian dan juga wacana intelektual - konsep virtual dan kenyataan.
Wacana ini juga yang belum tentu sampai, bahkan di kantor kedutaan besar. Konsep virtual dan kenyataan lewat medium seni belum tentu sampai bila hanya diterima di staf, karyawan atau satpam kantor kedutaan besar. Akhirnya, responsnya pun bermacam-macam, ada yang tak boleh masuk, ada yang membaca teks dengan jarak beberapa puluh meter di depan kantor kedutaan besar. Namun, yang mendapatkan respons positif adalah di kedutaan besar Polandia.
Deklarasi yang digelar dan dimulai di Sunda Kelapa (21/8) dibawa keliling mulai dari kedutaan besar dengan menghadirkan 11 tokoh yang cukup unik mulai dari Socrates, Soekarno hingga Jengis Khan. Yang memainkan tak semuanya aktor teater, selain memainkan peran tokoh besar juga membawa tugas deklarasi juga statement kesenian berupa teks yang dibagikan. Dengan mobil, para tokoh imajiner itu mendapatkan tugas ke kantor kedutaan besar ada yang ke broadcast, kantor DPR, MPR dan ke MA.
Bila di Istana Negara, tokoh imajiner ini membawa teks dan hanya bisa masuk ke teras, siapa yang nonton, hanya Pasbampres. Yang lain hanya sebatas hiburan karena yang menonton hanya satpam. Malah naskah dan teks yang dibawa oleh tokoh imajiner Marilyn Monroe (diperankan oleh Ina Kaka yang juga aktor Teater Koma) ke gedung MA. Naskah sempat dibawa masuk oleh sekuriti kemudian staf MA. Lalu sekuriti pun kembali dan bertanya: "Ini berbau politis atau nggak?"
"Jadi di lembaga itu memang dibaca, tapi ketika mereka keluar, malah bertanya ini berbau politis atau nggak. Tokoh Marlyn Monroe," ujar Ina. Ketimbang politik, seni memang terkadang suatu hal yang kadang sulit diterima.
(sihar ramses simatupang)

MEMO KECIL TENTANG SEORANG “ HERLINA “

Boeat : Siapapoen tjang bersedia dengan toeloes mendengar ‘omong kosong’ ini

Dimanapoen dia berada

Ketika aku menggoreskan pena ini tadinya di atas selembar kertas bekas, namun karena tuntutan keseragaman akhirnya aku muntahkan kembali dengan bantuan perangkat yang berbau tehnologi sehingga sedikit menjadi lebih cantik dan rapi. Namun, pada saat aku menorehkannya dengan bantuan faster warna hitam, aku ditemani beberapa batang LA Light Merah, keheningan malam menjelang dini hari, serta jarum jam yang menunjukkan pukul 01.54.

Sebenarnya aku bingung, tidak tahu apa yang ingin kutulis. Karena terlalu banyak peristiwa pahit yang kualami ketimbang peristiwa manisnya. Ibarat kata, andai aku pedagang, aku tidak lagi kebagian stock untuk jualan gula, jadi mau tidak mau aku harus rela dan sabar menjadi penjual jamu/obat. Padahal menurut kebanyakan orang, jamu/obat itu bikin kita sehat. Tapi kebetulan sekali aku tipe orang yang tidak suka minum jamu. Tapi apa boleh buat, memang untuk sementara itu yang saat ini ada di depan mata, jadi … the show must go on. Tapi sepahit apapun itu, alhamdulillah aku tetap bisa melewatinya dengan enjoy mesti setengah meringis.

Enaknya cerita tentang keluarga/asmara/keuangan/karir ya ? Lho…lho..koq jadi seperti horoskop saja. Tapi itulah hidup, tak pernah jauh dari seputar hal itu. Untuk berceritapun terkadang akupun tergantung mood dan tidak tahu/agak susah buat memulai darimana. Berbelit-belit memang. Tapi bagiku, suatu hal yang dipaksakan hasilnya juga tidak akan optimal. Namun, kalaupun tidak dipaksa, kita tak pernah tahu sampai kapan target selesainya. Prinsip, apapun yang kita lakukan harus ada target, entah target mengalir/target titik klimaks.

Semisal aku ingin berkisah tentang latar belakang keluargaku, mungkin dadaku akan semakin sesak nafas saja. Sangat menyakitkan. Intinya sampai saat ini masih sangat sulit bagiku untuk memaafkan perlakuan MAMA padaku. Berdosa memang, dan mungkin sangat durhaka. Tapi itulah yang terjadi padaku saat ini. Me-rewind-nya membuatku cengeng karena aku tipe orang yang gampang banget sedihnya. Jeleknya lagi, dalam keadaan emosi yang meluap-luappun, airmataku pasti meleleh. Alasan lain mengapa aku tidak ingin menguaknya kembali, karena aku tidak ingin langkahku dalam menggapai cinta dan cita yang sejati terhambat hanya gara-gara masa laluku. Biarlah cerita itu menjadi bumbu pelengkap yang sekedar iseng hinggap di alur cerita hidupku.

Cinta oh-oh cinta, cinta itu apa obatnya… eits itu kan senandungnya Sarpakanaka dalam lakon Maaf Maaf Maaf karya Bapak Nano Riantiarno, salah satu seniman besar Indonesia sekaligus bapak bagi Teater Koma. Ngomong-ngomong soal cinta/asmara, aku jadi pengen tertawa, mentertawakan kebodohanku sendiri. Betapa tidak, tak terhitung sudah sakit hatiku karena seonggok kata cinta. Mungkin ada benarnya kata dara dari Cirebon, kalau aku ini orangnya terlampau ‘polos’ sehingga cepat sekali jatuh hati pada pandangan pertama. Padahal menurut astrologi, aku ini tergolong makhluk yang bertipe setia. Tetapi mengapa senjataku itu tidak bisa menjamin kelanggengan hubungan asmaraku. Namun lucunya lagi, aku tidak pernah lama mengalami patah hati/menjomblo istilah gaulnya saat ini. Mungkin agar kebodohan itu tidak berulang untuk kesekian kalinya, aku harus menerapkan sistem seperti halnya naskah drama. Dibaca dulu, cari referensi, dihafal, dihayati baru kemudian dirasakan sejauh mana arah selanjutnya.

Sekarang tentang periuk nasi. Kata teman-temanku di kampung, aku tergolong perempuan super nekat. Berani mengadu nasib di rimba belantara ini sebatang kara. Ufs, terlalu miris kata-kata sebatang karanya. Tapi ketika kakiku menginjak rimba ini, aku benar-benar sendiri. Belum punya teman satupun, tidak tahu akan tinggal dimana dan sama sekali tidak berbekal koneksi dalam urusan lowongan kerja. Modalnya hanya satu, bonek – bondo nekat. Itu slogan AREMA - SINGO EDAN, nama komunitas di kampungku. Tak terasa hampir 11/2 tahun aku bertahan disini. Tentu, liku-liku cerita pahit, asam, manis turut menghiasi pengembaraanku di belantara ini. Singkat cerita, syukur alhamdulillah patut kupanjatkan karena aku masih dikaruniai rejeki meski pasang surut. Sehingga aku masih dapat menghisap sebatang rokok sampai saat ini dan semoga tak kan pernah putus sampai akhir hayat. Maksudku rejekinya. Ntar kalau rokoknya, bisa-bisa rejekinya buat nombok urusan stetoskop dan rontgen lagi.

Perjalananku di rimba belantara ini masih panjang. Aku masih harus tetap berjuang beriringan antara periuk nasi dan panggilan hatiku dalam berkesenian. Satu hal yang masih bisa membuatku tersenyum bahagia di samping kegalauan hatiku saat ini, kesejukan cinta kasih keluarga baruku, TEATER KOMA, semoga tak kunjung jenuh mensupport pengembaraan si anak yang super nekat ini.

Tepat pukul 03.47 dini hari, kuakhiri goresan konyol ini, seiring pula dengan kandasnya sebungkus tembakau linting mesin dan bermerk yang dengan setia menemaniku sepanjang pena ini menari-nari di atas lembaran kertas yang tadinya sebenarnya kertas bekas yang jadi saksi bisu memo kecilku.

Tebet, 130505

KOST SWEET KOST

S K E N A R I O

PROGRAM KOMEDI TV PLAY

(KOMEDI SITUASI)

“ … Kost Sweet Kost … “


PENULIS SKENARIO

Herlina Syarifudin

bravosag@yahoo.com

È0817 961 1519

@Copyright 2004


PARA PEMERAN EPISODE 1 :

  1. KO LIONG / PAK IWAN

Bapak kost, cina-betawi, usia 37 th, bujangan tulen, humoris, pengangguran, pekerjaan sehari-hari jaga kost-kostan (karena kost-kostannya milik kakaknya yang dipercayakan ke dia supaya ada aktifitas sehari-hari), chatter sejati, rajin, agak sedikit pemalu sama cewek.

  1. MERIN

Penghuni kost kamar atas, asal Medan, waria, usia 30 th, suka iseng/jail, profesi desainer sekaligus penata rias, pintar masak, yang paling khas darinya adalah setiap kali melewati kamar penghuni kost lainnya selalu memanggil nama orang itu kemudian belakang nama itu ditambah nama lain sekenanya dia menyebut (misal : Nama asli Ali Larinca, dipanggilnya Ali Oncom anak penjual tomat, nama asli Nana, dipanggilnya Nana Sunana/Nana Theana, dst)

  1. PASANGAN SUAMI ISTRI ( ITA & JONI )

Penghuni kost kamar atas. Menikah kurang lebih 3 th tapi belum dikaruniai momongan. Si Ita asli Sunda sedangkan suaminya asli Solo. Ita rada cerewet, manja, bekerja di kantor, sedangkan si Joni suaminya sabar, pengangguran tapi buka counter voucher HP kecil-kecilan di kost.

  1. JUNED

Penghuni kost kamar atas, usia 27 th, campuran Jakarta-betawi, bujangan tapi punya pacar, profesi kerja di studio musik, suaranya lumayan merdu, pendiam dan tidak banyak gaul dengan penghuni kost lainnya, cuek, paling keras kalau menghidupkan audio visual maupun non visual,

  1. UCIK

Penghuni kost kamar bawah, usia 22 th, asli Jogja, status berkeluarga tapi sedang dalam proses perceraian, punya anak 1, pengangguran, centil, doyan dugem.

  1. NANA

Penghuni kost kamar bawah, usia 25 th, lahir dan besar di Madura, lagi pusing cari kerja, pandai memasak, rajin, humoris, tomboy, suka berkesenian.

  1. ALI

Penghuni kost kamar bawah, usia 29 th, lahir dan besar di Jakarta, bujangan, kakak kandung Nana, profesi koreografer tari, macho tapi terkadang agak sedikit bencong, latah, agak pendiam.

8. FIGURAN (penjual bubur ayam dan penjual roti)


ü SETTING OUT DOOR / EXTERIOR :

  1. Beranda depan
  2. Halaman parkir belakang

ü SETTING IN DOOR / INTERIOR :

  1. Ruang belakang (dapur, tempat mencuci dan kamar mandi)
  2. Ruang kamar Juned
  3. Ruang kamar Ita dan Joni
  4. Ruang kamar Ucik
  5. Kamar mandi

Catatan : pemain setiap saat dapat berubah (bisa berkurang atau bertambah untuk tiap episode-nya). Hampir sebagian besar penghuni kost tersebut mempunyai kebiasaan yang sama yaitu menyanyi. Dan kebetulan juga kost tersebut tidak ada aturan yang ketat, jadi kapanpun dan dimanapun entah di ruang tengah, dapur, kamar mandi sampe di dalam kamarpun bebas teriak-teriak berkaraoke ataupun menghidupkan musik keras-keras asalkan tidak di malam hari. Padahal meskipun mereka hobi karaoke, namun warna suaranya pas-pasan malah ada pula yang fals.
EPISODE : 1

JUDUL : “ GARA-GARA SALAH PAHAM “

DURASI : ± 24 MENIT

PEMAIN : Pak Iwan, Nana, Merin, Ita, Joni, Ucik, Juned, pemeran figuran (penjual bubur ayam dan penjual roti)

SETTING : IN DOOR / OUT DOOR

00. EXT. BERANDA DEPAN / PAGI HARI

Pemain : Pak Iwan, Nana, figuran penjual bubur ayam dan penjual roti

Suasana kost-kostan masih lengang (sekitar pukul 6 pagi), maklum sebagian penghuni kost bangun paginya sekitar jam 8. Tampak Pak Iwan sedang membersihkan lantai sambil berdendang. Terdengar pula suara penjual bubur ayam dan penjual roti saling berteriak menjajakan dagangannya. Satu sama lain tidak ada yang mau mengalah.

TUKANG BUBUR AYAM :

Buryam … buryam …

TUKANG ROTI :

Roti … roti …

TUKANG BUBUR AYAM :

Buryam hangat … pagi-pagi lebih cocok sarapan buryam…

TUKANG ROTI :

Roti … roti … lebih ringan dan praktis, bisa dibawa buat bekal.

TUKANG BUBUR AYAM :

(semakin melantangkan suaranya)

Buryam … lebih kaya gizi pengganti nasi di pagi hari.

TUKANG ROTI :

(tidak mau kalah)

Roti … roti … lebih variatif … banyak rasa … ada keju, coklat, susu, pisang, dan lain-lain.

PAK IWAN :

Dasal penjual, pagi-pagi buta otaknye sudah panas.Lomba-lomba saling belkicau. Ya, begitulah hidup di metlopolitan. Kagak penguase, kagak lakyat jelate, semuanye pade sikut-sikutan.

(bersenandung)

Begini nasib jadi bujangan, kemana-mana, nananananananananananananananannananananana …… !!!

Nana yang kebetulan kamarnya paling depan kaget mendengar namanya seperti dipanggil-panggil. Dengan kelabakan dia langsung bangun karena kalau pagi-pagi bapak kost manggil-manggil biasanya ada telepon interlokal dari orang tuanya atau kalau tidak panggilan interview dari perusahaan yang pernah dia lamar.

1

NANA :

Ya … Pak Iwan …, sebentar … !!!

Pak Iwan yang tidak mendengar teriakan Nana dari dalam kamar, cuek saja sambil terus mengepel lantai. Sambil masih sempoyongan karena baru bangun tidur, Nana cepat-cepat membuka pintu kamar.

NANA :

Ada apa Pak Iwan ?

PAK IWAN :

Hah ?

NANA :

Lho, bukannya tadi nggil-panggil saya ?

PAK IWAN :

Manggil elo ? Kapan ?

NANA :

Barusan tadi… Nana … Nana …

PAK IWAN :

Hahahahaha …

Hay ya … solly … solly … oe tadi tuh lagi nyanyi,

tapi kagak gitu hapal, ya udah, oe nananana aje ampe tuh lagu abis.

NANA :

(Sambil garuk-garuk kepala)

Bo abo… kirain gue dapet telpon dari mama atau panggilan interview.

Tanpa babibu, Nana langsung nyelonong masuk kamar buat ngelanjutin tidur lagi, maklum semalaman dia habis begadang maen Play Stasion sama kakaknya si Ali dan baru tidur sekitar jam 4 pagi. Pak Iwan nyengir-nyengir.

PAK IWAN :

Hay ya … dunia ini makin banyak orang stles jadi gampang panik dan sensitip. Penganggulan dimane-mane, nih oe salah satunye. Tapi no ploblem, yang penting sekalang oe ada keljaan, jadi nggak nganggul-nganggul amat, hehehe…. Nah, keljaan dah beles, ngapain lagi ya enaknye ?

(menguap)

Itu tandanye oe disuluh bobok lagi.

CUT TO

01. INT. RUANG BELAKANG / PAGI HARI

Pemain : Merin, Ita

Tampak Merin turun dari tangga hendak ke kamar mandi, tubuhnya hanya dibalut handuk. Di dapur si Ita lagi bikin rendang.

2

MERIN :

Ita Zulita Zalianti … lagi ngapain ?

ITA :

Eh, bencong … iyeu yeuh, lagi bikin rendang … pengennya sih sudah sejak puasa kemaren, baru hari ini teu bisa katurutan atuh.

MERIN :

Ngidam ni ye …

ITA :

(Malu-malu)

Ah, nggak juga atuh… Saya mah sibuk kerja, jadi kapengennya sekali masak bisa buat tahan 2-3 hari gitcu. Jadi kalau pas saya tidak ada biar si papinya yang tinggal manasin saja.

MERIN :

Olo olo, praktis juga ya …

(masuk kamar mandi sambil nyanyi)

Nasib anak kost, … pengiritan dimana-mana.

CUT TO

02. INT/EXT. RUANG BELAKANG, HALAMAN PARKIR BELAKANG / PAGI HARI

Pemain : Joni, Ita, Juned

JONI :

(teriak-teriak dari atas tangga)

Maamm, mamiii … !!! Ada telpon nich dari kantor, cepetaannn … !

ITA :

Iya … iya … sebentar, mami kecilin api dulu atuh.

Bergegas Ita naik ke atas menuju kamarnya. Dari pintu belakang nampak si Juned lagi markir motornya. Juned biasa pulang pagi hanya buat mandi saja kalau habis lembur, dan sekitar 30 menit dia di kamar habis itu berangkat lagi. Dia juga terbiasa unjuk vokal suaranya yang mirip Ebiet G. Ade itu kemanapun dia melangkah, entah baru masuk atau keluar dari kamar kost.

JUNED :

(bersiul sambil ke kamar kostnya yang kebetulan lebih dekat lewat ruang belakang)

Wow … santapan lezat nich. Gue coba ah, enak kagak ?

(matanya lirik sana lirik sini takut ada yang ngeliat ulah isengnya)

Dari ruang atas terdengar suara Ita lagi terima telpon sambil turun ke dapur berniat ngelanjutin ngaduk rendangnya. Mendengar ada suara orang turun dari tangga, kontan Juned kelabakan. Buru-buru dia lahap rendang itu tanpa sadar kalau rendang itu masih panas. Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya tingkah laku Juned dengan mulutnya menahan panas sekaligus takut ketahuan. Juned panik sambil telapak tangannya menutupi mulutnya. Melihat tingkah Juned, si Ita nyengir.

3

ITA :

Ayak naon Jun ? Kunaon yeu ? Kenapa mulutnya ditutupan atuh ?

JUNED :

Mmmbbb … bbbmmm … mnvurwkfmnvkdhypbl …

ITA :

Sakit gigi, teu ?

Juned mengangguk sambil ngacir naik ke atas menuju kamarnya. Ita melongo sambil geleng-geleng kepala ngeliat tingkah konyol Juned.

CUT TO

COMMERCIAL BREAK 1

03. INT. RUANG KAMAR JUNED / PAGI HARI

Pemain : Juned

JUNED :

(nyari tempat sampah dan meludahkan rendang yang telah dikulumnya)

Huffss … huuhaa … huah … huah … uuffsss …

Sialan ! Hampir aja ketahuan. Dasar sial … sial … sial …

(bercermin memeriksa mulutnya, kali-kali ada yang lecet kena panas)

Waduh, ngefek tidak ya ama suara gue ? Ntar, cek voice dulu.

Si Juned ngidupin VCD player dan memutar salah satu lagu karaoke favoritnya PETERPAN keras-keras lalu mulai bernyanyi.

JUNED :

... ada apa denganmu …

Hehe … aman … lega … kagak ada efek ama suara eksotik gue. Modal gue masih utuh dan tak kurang se-sen-pun.

CUT TO

04. INT. RUANG BELAKANG / PAGI HARI

Pemain : Ucik, Merin, Ita

Si Ucik yang sedari kemarin ada gangguan di perutnya, cepat-cepat ke kamar mandi untuk buang hajat. Sialnya Si Merin belum selesai mandi.

UCIK :

Wooiii … sopo ning dalam kamar mandi ?

Merin tidak begitu mendengar suara Ucik karena Merin terbiasa mandi sambil menyanyi, jadi suara Ucik tenggelam kalah oleh senandung si Merin.

4


UCIK :

(Tahu kalau di dalam si Merin, semakin lantang memanggil sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi)

Merin … Merin … cepetan donk … udah mau keluar nich.

MERIN :

Bah, siapa teriak-teriak kayak kebakaran jenggot saja ? Berisik amat ! Akika lagi tanggung nih.

UCIK :

Waduh, wis ora kuat nahan iki ...

Ucik yang tak kuat nahan hajatnya tiba-tiba lemas karena merasa ada sesuatu keluar dari pantatnya. Si Ita yang dari tadi mengaduk rendangnya tiba-tiba mencium bau tidak sedap.

ITA :

Bau apaan ini ? Ayak naon dengan rendang saya ? Jangan-jangan teu … si papi salah beli daging.

Mendengar gerutuan si Ita, wajah Ucik mendadak merah padam tapi dia berusaha tutup mulut menahan malu. Sementara itu, kejengkelan Ita berimbas ke suaminya yang memang ditugasi buat beli daging. Ita kemudian berteriak memanggil suaminya.

ITA :

Papiii … ! Paaap … ! Joni … !!! Jon … !!!

Tentu saja Joni tidak mendengar teriakan Ita karena dia sedang asyik karaoke. Merasa teriakannya tidak ada respon, Ita buru-buru naik ke kamarnya sambil terus berteriak memanggil suaminya tanpa memperhatikan di samping tangga ada si Ucik yang lagi meringkuk manahan malu dan sakit perutnya.

UCIK :

(sambil meringis)

Merin ! dasar kowe edan tenan … kebobolan juga iki gua … uhu … uhu .. uhu …

MERIN :

(keluar dari kamar mandi)

Hiihh … lagi ngapain loe Cik, pake bersimpuh segala ?

Mmhh … bah ! bau apa ini ? Ih, paralon loe kebocoran ya ? Hii … jijay deh …

(menutup hidung sambil ngacir naik ke kamarnya)

UCIK :

Sialan kowe Merin, udah tau gua kebobolan karena ulah kowe, masih juga ndak ngerasa. Dasar bencong.

CUT TO

COMMERCIAL BREAK 2

5

05. INT. RUANG KAMAR ITA & JONI, RUANG BELAKANG / PAGI HARI

Pemain : Ita, Joni

Nampak Joni sedang bercuap-cuap karaoke, mendendangkan lagu dari penyanyi favoritnya TITI DJ yang judulnya PENYESALAN.

JONI :

… penyesalan kini ku harus kuhadapi … sendiri …

ITA :

Ya, memang ! Sebentar lagi papi akan menyesal kekenyangan sebab harus ngehabiskan rendang itu sendirian !

Joni yang tidak tahu duduk persoalannya, bingung melihat istrinya yang tiba-tiba marah-marah sambil berkacak pinggang di depan pintu kamar. Dengan serta merta si Ita menjewer telinga Joni sambil menyeretnya menuju dapur.

JONI :

Aduh .. aduh … mami apa-apan tho ? Ada apa ? Ono opo ? Nyangopo se ?

Ita tidak menggubris segala celotehan si Joni. Terus saja dia menggiring Joni turun ke dapur.

ITA :

Sudah, jangan banyak bacot, atuh ma. Pokoknya sekarang ikut mami ke dapur dan lihat serta bau saja sendiri rendangnya !

JONI :

Memang kenapa dengan rendangnya, Mam ?

ITA :

Dasar telmi yeu, sudah dibilang jangan banyak carewet, malah nambah pertanyaan lagi. Shut up ! Silent !

Joni yang amat penurut itu diam saja sambil tetap nyengir menahan sakit. Menjelang pertengahan tangga Ita langsung menutup hidungnya sambil tangan yang satunya tetap menjewer telinga suaminya.

JONI:

Kenapa hidung mami ditutup begitu ?

ITA :

Pake nanya lagi, emang dari tadi papi tidak mencium bau busuk atuh?

Sesampai di dapur, lekas-lekas Joni memfungsikan indera penciumannya lebih tajam lagi. Dia dekatkan hidungnya di atas penggorengan berisi rendang. Joni malah tersenyum sebab dia mencium bau sedap sehingga mengundang seleranya buat segera sarapan. Ita melongok heran melihat suaminya yang senyum-senyum.

JONI :

Ehm … lezat … jadi pengen luwe iki.

6

ITA :

(sambil tetap menutup hidungnya)

Papi teu gimana atuh ? Dasar hidung buntu, bau nggak sedap gitu malah dibilang lezat.

JONI :

Opone sing ora sedap toh, mi ? Puancen mami bener-bener istri yang cuantik, lan pinter masak pula. Ora salah papi dulu milih mami dari sekian wong wadon sing antri pengen papi lamar.

ITA :

Euleh, euleh … papi nggak liat mami lagi marah ? Malah ngajak bercanda lagi !

JONI :

Habis mami lucu, mosok marah wae pake irung ditutup segala. Kan artikulasi jadi tidak jelas.

ITA :

Aduh, malah berbelit-belit papi mah. Bikin mami makin jengkel saja. Emang papi nggak mencium bau busuk dari aroma rendang teua ?

JONI :

Bau busuk ? Yee … yang ada malah ambu sedap. Gimana sih mami ini ? Apa perlu tak priksake nang dokter THT ?

Sambil sewot, Ita yang tidak percaya dengan kata-kata suaminya, perlahan-lahan melepas jari tangannya yang sedari tadi menutupi hidungnya sambil kemudian mengendus-endus ke arah penggorengan.

ITA :

Lho … koq ? Perasaan mah tadi bau busuk, nyengat lagi atuh. Tapi kenapa sekarang udah hilang. Hehehe … maafin mami ya pi. Mami teu, sudah salah duga. Tadinya mami sangka papi nggak teliti beli dagingnya. Ternyata papi sudah menjalankan tugas dengan baik. Hatur nuhun ya, pi.

(masih penasaran)

Trus, tadi euy bau apaan ya ?

JONI :

Yo wis toh, makanya kapan-kapan lagi ojo cepet esmosi donk. Bikin cepet tua. Paling-paling bau busuk tadi asalnya dari kamar mandi yang wc-nya meluap. Mami kan tau sendiri, tiap hari selalu begitu. Sekarang perut papi wis bengok-bengok nich.

ITA :

Naon pi bengok-bengok ?

JONI :

Teriak-teriak, mi. Walah repot rabi karo bule domestik.

7

ITA :

Kunaon pi ?

JONI :

Ndak, ndak apa-apa. Lah ayo, kapan sarapannya ini ?

ITA :

(tersenyum malu sambil manja)

Ambilan piringnya atuh pi …

JONI :

Weladalah, kumat neh penyakite, kalau sudah ketahuan salahnya, pasti habis minta maaf, senjatane metu, manja. Ini nih … salah satu penyakit khas yang tiada duanya dari istriku yang tercinta.

ITA :

Ah … papi …

CUT TO

06. INT. KAMAR MANDI, RUANG BELAKANG / PAGI HARI

Pemain : Ucik, Juned

Si Ucik yang mendengar percakapan antara Ita dan Joni, nyengir-nyengir.

UCIK :

Matur tengkyu rendang, terima kasih. Karena dikau, akhirnya gua ndak jadi malu untuk yang kedua.

Lho ! Yah ? Tapi ? Waduh ! Gimana gua mo ganti celana dalam nih ? Mati aku ! Dasar apes !

Dari tangga tampak si Juned bersenandung salah satu lagu KOES PLUS, turun hendak ke kamar mandi.

JUNED :

Buat apa susah, buat apa susah lebih baik kita bergembira. Buat apa susah,

buat apa su …

Tiba-tiba menghentikan senandungnya sambil menggerutu karena di kamar mandi masih ada orang.

Sialan, lagi-lagi gue harus mandi di tempat cucian. Kalau ini sih, bener-bener bikin gue susah buat yang kesekian kalinya. Payah !

Ucik yang mendengar ada suara orang di luar kamar mandi, semakin panik.

UCIK :

Aduh … gimana ini ? Gimana caranya gua bisa ke kamar dengan selamat tanpa ada yang ngeliat ? Nana durung tangi. Kan gua bisa minta tolong ngambilin celana dalam di kamar gua. Huh, Jun mandinya lama juga meski di ruang terbuka. Bisa 2 lagu habis, baru dia kelar mandi. Terpaksa deh gua harus bertahan sementara menunggu suasana aman dan terkendali.

8

Benar juga prediksi Ucik, si Juned baru kelar mandi setelah 2 lagu habis dia nyanyikan. Dan lumayan juga si Ucik nongkrong di kamar mandi dalam keadaan setengah telanjang. Setelah dirasa suasana agak sepi, sambil menggigil kedinginan pelan-perlan Ucik membuka pintu kamar mandi sambil melirik kalau-kalau ada orang yang lewat. Biasanya yang suka ke ruang belakang selain penghuni kost yang hendak masak, mandi atau mencuci, terkadang orang lain yang mobilnya memang diparkir di halaman parkir belakang. Mereka biasanya ke ruang belakang ngambil air untuk cuci mobil. Dengan agak berdebar-debar, Ucik lari terbirit-birit ke kamarnya dan hampir saja dia terpeleset.

CUT TO

COMMERCIAL BREAK 3

07. INT. RUANG KAMAR UCIK / PAGI HARI

Pemain : Ucik

UCIK :

Ups, akhirnya … plong rasane.

CUT TO

08. INT. RUANG KAMAR ITA & JONI, RUANG BELAKANG / PAGI HARI

Pemain : Merin, Ita, Joni

Kebiasaan Merin kalau tidak ada job, habis mandi selalu nongkrong di ruang depan. Karena kamarnya paling pojok, jadi kalau mau turun dia harus lewat kamar Ita & Joni serta kamar Rina. Pas lewat kamar Ita & Joni yang terbuka, Merin melihat pasangan suami istri tersebut lagi asyik sarapan.

MERIN :

Aih, aih … akika mawar deh kalau semua penghuni kost ini rukun. Sebab kerukunan adalah sebagian dari damai lho …

ITA :

Euleh, euleh … bencong sudah cakep atuh ma.

Kadiyeuk, sini yuk ikutan sarapan …

MERIN :

Makasih, akika tinta biasa makan pagi. Ntar perut akika makin buncit. Tuh,liat saja … sudah kayak orang hamil 7 bulan.

ITA :

Lagi kosong jadwal teuh hari ini , tumben pake baju rumahan ?

MERIN :

Biasalah, namanya juga kerja freelance, panggilan kan tinta selalu tiap hari. Begindang nek …

(sambil berlalu, Merin bersenandung)

Perdamaian, perdamaian, perdamaian, perdamaian. Banyak yang cinta damai, tapi perang masih ramai.

9

Merin berbelok sebentar ke dapur. Dia punya kebiasaan nebeng segelas air putih buat bikin teh hangat kalau ada penghuni kost yang lagi ngerebus air. Kali ini dia kurang beruntung, karena panci yang biasa dipakai ngerebus air sudah kosong mlompong. Sambil melangkah ke ruang depan, Merin kembali berdendang.

MERIN :

Tong kosong nyaring bunyinya, jangan bengong ntar cepet ompong.

Ketika langkahnya melewati kamar Ucik yang kebetulan bersebelahan dengan kamar mandi belakang, Merin kembali mengeluarkan jurus pamungkasnya.

MERIN :

Ucik Vaginawati … sutra bangun belon nek ? Sekali-kali bangun pagi donk, biar tinta jauh rejeki.

Ucik yang juga punya kebiasaan menghidupkan CD playernya 24 jam non stop kalau lagi tidak ada acara keluar, tidak mendengar teriakan si Merin.

CUT TO

09. INT. RUANG KAMAR UCIK / PAGI HARI

Pemain : Ucik

HPnya bunyi, dia bersemangat meraih ponselnya karena dari semalam dia memang lagi menunggu telpon dari selingkuhannya si Rendy. Setelah dilihat ternyata dari suaminya si Acan. Ucik yang tadinya bersemangat, mulutnya lantas maju ½ centimeter. Dibiarkannya ponsel itu terus bunyi.

UCIK :

Huh, berisik bianget. Ngapain sih kowe, Can … masih hubungi gua. Iya, iya, segera gua urus perceraian kita, secepatnya !

Lantas Ucik mengambil bantal dan membekap ponselnya yang masih bunyi itu lalu dia mencari remote control untuk membesarkan volume musik yang sedang diputarnya.

UCIK :

Ih, gerah bianget. Yang gerah cuacanya, apa suasana hati gua ya ?

Eits, pemirsa … udah donk. Ucik mau mandi dulu. Jangan ngintip ya, ntar cepet gede lho.

Dari dalam kamar mandi Ucik berteriak.

Acchhh…. !!! Gawat !!!

Celana dalam kotor gua masih ketinggalan di kamar mandi belakang. Aduh kenapa sih hari ini gua sial bianget. Duh, Gusti nyuwun ngapuro …

CUT TO

STOP MOTION

----- THE END -----

10

TENTANGKU

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Aku adalah perempuan pejalan sepi yang senantiasa damai jika bercanda dengan bintang dan malam hari... Aku adalah aku. Terserah orang menilaiku bagaimana dan siapa aku. Yang penting, Tuhan masih memberiku nafas untuk terus berkarya, so.... LIFE ON ART MUST GO ON...