Selasa, 29 September 2009

Naskah drama perempuan "KASIANAH MERANA"

SINOPSIS :

Betapa berat tanggungan Kasianah dengan 3 orang anaknya dengan rumah ngontrak, sementara dia sendiri hanya seorang buruh tani yang bersuamikan Bulak si tukang ojeg dan suka main perempuan. Penghasilan Kasianah sebagai buruh tak sanggup menghidupi rumah tangganya. Karena si Bulakpun jarang sekali menafkahi keluarganya secara layak karena uang hasil ngojeg selalu habis untuk foya-foya bersama perempuan nakal. Keinginan Kasianah untuk menceraikan Bulak takkan mungkin bisa dia lakukan karena mengingat amanat almarhum bapaknya. Detik-detik terakhir sebelum bapak Kasianah meninggal dunia, beliau berpesan bahwa Kasianah harus patuh dan taat kepada suami pilihannya. Jangan ada penyesalan di kemudian lantas mengambil jalan pintas dengan menceraikannya. Seberat apapun resiko yang harus ditanggung, harus dilalui dengan sabar dan tegar. Karena patuh kepada suami betapapun buruk perilakunya, itu adalah ibadah. Kasianah memang telah tertipu oleh sikap manis Bulak di awal usia perkawinan mereka. Tapi menjelang tahun ke-4, barulah sifat asli si Bulak benar-benar terlihat. Bulak bukan hanya buaya darat, tapi juga monyet licik yang selalu pandai berkelit untuk menutupi kebusukannya. Bulak selalu bersikap sopan dan arif pada tetangga sekitar. Terkadang dia juga memberikan petuah yang sok agamis kepada warga sekitar. Jadi tidak ada seorangpun yang tahu akan sifat asli Bulak kecuali istrinya sendiri.
Karena penghasilannya tak mencukupi, Kasianah menjalani profesi sampingan sebagai tukang pijit. Namun profesi sampingannya itu malah membuat malapetaka bagi dirinya. Kasianah dituduh melakukan tindakan yang abmoral dengan kedok tukang pijit. Karena yang memakai jasa dia adalah teman-teman sesama buruh pabrik yang mayoritas pria. Fitnah dan gunjingan dari warga setempat termasuk teman-teman kerja Kasianah di pabrik tak pernah henti meneror ketenangan hidupnya. Suaminyapun percaya dengan rumor yang beredar terhadap istrinya. Malah Bulak semakin senang, karena kedok dia yang sebenarnya dapat tertutupi dengan rapi dengan adanya kasus istrinya. Siksaan batin Kasianah akhirnya membuatnya menjadi gila.


PARA PELAKON :

- Kasianah (ibu rumah tangga, usia 35 tahun)
- Bulak (suami Kasianah, usia 30 tahun)
- 3 orang anak (anak Kasianah dan Bulak, usia sekitar 1 tahun, 2 tahun dan
5 tahun)
- Seorang lelaki (usia 40 tahun)
- 4 orang buruh tani wanita (usia terserah)
- 2 orang wanita nakal (usia 25-30 tahun)
- 3 orang ibu-ibu tetangga Kasianah dan Bulak (usia 40-45 tahun)
- 1 orang wanita sebagai ratu neraca keadilan

*) Untuk orang-orang yang berkerudung hitam dan putih di adegan monolog akhir Kasianah, bisa diambil dari peran buruh wanita, peran wanita nakal dan peran ibu-ibu tetangga.

PROPERTY PANGGUNG :
- Kain putih untuk silluet
- Botol minuman keras
- Penumbuk padi
- 2 timbangan kecil
- Penutup mata
- Kotak kue
- Meja & kursi
- Lembaran seng dan besi pemukul (efek suara petir)
- Motor

KOSTUM :
- Kostum wanita sehari-hari untuk para peran
- Jubah hitam dan putih seadanya/kain
- Mukena
- Kemben/kain buat kostum dewi keadilan

*) Pengadaan property dan kostum disesuaikan dan seadanya saja.


ALUR CERITA :

Suasana malam hari. Terdapat 2 set panggung yang berseberangan dengan aktifitas yang berbeda. Set panggung sebelah kiri adalah silluet dengan menggambarkan aktifitas Bulak yang sedang berfoya-foya dengan 2 perempuan nakal. Set panggung sebelah kanan adalah silluet yang menggambarkan Kasianah sedang memijit punggung seorang pria yang sedang tertidur pulas. Tampilan silluet tersebut divisualkan dengan cara bergantian.

LAMPU FADE IN
DIALOG SILLUET BULAK :

BULAK:
(tertawa sambil mabuk) Oh, sayangku, semua permintaanmu akan abang penuhi. Perhiasan, baju bagus, istana sekalipun....ha...ha....ha.....

WANITA 1:
Beneran nih bang? Awas kalau sampai abang bohong, aku cincang ’itu’ abang jadi dendeng. (ketawa)

BULAK:
Wah, jangan sadis-sadis donk sayang. Nanti kalau ’itu’ abang dicincang, kan sayang tidak bisa lagi maen enjot-enjotan sama abang.

(Bulak dan 2 wanita di kanan kirinya tertawa terbahak-bahak)

LAMPU FADE OUT

MONOLOG SILLUET KASIANAH :
LAMPU FADE IN

KASIANAH:
(sambil memijat seorang lelaki yang tertidur lelap) Ya Tuhan, maafkan hamba-Mu ini. Tiada niatan bagi hamba untuk berbuat maksiat. Anak-anak hamba harus tetap hidup. Dan hamba harus bekerja keras untuk menghidupinya sendirian. Hanya inilah kemampuan yang hamba miliki demi tetap bertahan hidup. Karena hamba hanya sempat mengenyam bangku sekolah dasar saja. Sementara ayahanda telah tenang di alam sana, namun ibunda hamba masih terbaring dalam sakitnya yang tak kunjung sembuh. Kang Bulak, hanyalah boneka penghias dalam rumah tangga kami. Namun aku harus tetap sabar dan tegar menghadapinya. Kalau tidak karena amanat terakhir almarhum ayahanda, mungkin sudah sejak dulu aku akan menceraikan kang Bulak.

(Terdengar suara petir yang efek bunyinya dihasilkan dari pukulan seng.)

LAMPU FADE OUT

Suasana pagi di lumbung padi. 4 orang buruh wanita sedang menumbuk padi dalam alu sambil bergunjing tentang Kasianah. Kasianah ada juga di dalamnya.

LAMPU BLACK IN

WANITA 1:
Kasihan ya nasib Kasianah. Sudah jatuh, ketimpa tangga pula. (tertawa menyindir)

WANITA 2:
Siapa suruh punya nasib seperti itu. Itu kan karena ulah dia sendiri. Padahal suaminya kan seorang yang taat ibadah. Setiap dia pulang dari ngojeg, dia selalu memberi oleh-oleh buat tetangga sebelahnya. Dan dia selalu menasehati kita-kita untuk selalu berbuat baik. Dasar Kasianahnya saja yang genit.

(Mendengar gunjingan teman-temannya, Kasianah melampiaskan kekesalannya dengan keras-keras memukul alu penumbuk padi, sehingga suara tumbukan yang tadinya berirama menjadi tidak karuan. Wanita 3 marah-marah)

WANITA 3:
Hei, Kas, kamu ingin cepat dipecat ya? Yang bener donk kerjanya. Aku laporkan pada mandor baru tahu rasa kamu. Kalau memang merasa tidak enak badan, ya udah ijin pulang sana. Jangan kerjaan teman kamu persulit.

(Mendengar ocehan Wanita 3, Kasianah lantas menghela nafas panjang menahan sakit hati dan meninggalkan tempat kerjanya dengan kesal)

LAMPU BLACK OUT

Suasana sore di rumah. Kasianah dan Bulak sedang bertengkar.

LAMPU FADE IN

BULAK:
Dasar perempuan tak tau diuntung. Sudah bagus aku mau nikahi kamu yang tak punya apa-apa. Sekarang kau berani-berani berbuat kurang ajar padaku. Dimana harga dirimu sebagai seorang istri? Aku malu mendengar gunjingan tetangga. Telingaku panas ketika mereka selalu bilang,”seharinya sudah berapa pria yang dipijit Kasianah, apa kamu dapat bagian komisinya Bulak?”

KASIANAH:
Akang jangan semena-mena menyalahkan Kasianah. Akang kira Kasianah bahagia hidup bersama akang? Berapa rupiah akang baktikan hasil jerih payah akang untuk rumah tangga kita? Kasianah selalu sabar menutupi ulah bejat akang di hadapan para tetangga. Haram bagi Kasianah jika membuka aib rumah tangga kita, kang. Tapi apa balasan akang? Seharusnya akang paham, kenapa Kasianah harus mencari penghasilan sampingan. Anak-anak kita masih kecil-kecil. Kasianah tak sanggup menanggung kebutuhan mereka kalau cuma dari hasil Kasianah jadi buruh pabrik. Akang tahu sendiri, penghasilan Kasianah sebagai buruh pabrik cuma cukup buat bayar kontrakan rumah ini. Tobatlah kang! Ingat anak-anak kita.

BULAK:
(marah dan menampar Kasianah) Persetan! Berani-beraninya kau menasehati suamimu. Dasar sok suci kamu!

KASIANAH:
Ya, Tuhan, akang.... Kasianah tidak sebejat yang akang kira. Kasianah benar-benar hanya memijit, lain tidak. Demi Tuhan, Kasianah siap disambar petir jika Kasianah berbuat macam-macam. Seharusnya akang yang harus sadar.

BULAK:
Apa? Sadar? Enak saja kamu bilang, sadar kang...sadar kang... Hey! Wajar jika seorang suami yang tidak puas terhadap servis istrinya, kemudian dia jajan di luaran. Kau pikir aku betah jadi suamimu. Aku hanya memegang amanat almarhum bapakmu. Karena aku sangat hormat padanya. Kalau bukan karena hormatku pada beliau, sudah tentu aku tidak bakal mau mengawinimu.

KASIANAH:
Tega nian akang bicara seperti itu padaku. Setan apa yang telah mempengaruhi jalan pikiran akang?

BULAK:
Sialan kamu! Dasar pelacur!

KASIANAH:
Akang! Aku tak sanggup lagi kang.................duh Gusti, ampuni hamba......... (Kasianah berteriak sampai membangunkan anaknya yang paling bungsu yang kemudian menangis minta air susu)

LAMPU BLACK OUT

Suasana siang hari di halaman rumah. Bulak sedang membagi-bagikan makanan pada tetangga-tetangganya. Kebetulan ada ibu-ibu sedang ngrumpi.

LAMPU BLACK IN

BULAK:
(turun dari motor) Ibu-ibu, ini saya bawakan kue cucur. Maaf, hari ini agak sepi setoran.

IBU 1:
Tidak apa-apa nak Bulak. Namanya juga rejeki, tidak boleh pilih-pilih dan tidak boleh ditolak.

BULAK:
Oh ya, bagaimana pengajian kemarin sore. Maaf saya tidak bisa datang karena ada sedikit urusan di rumah. Maklum, saya juga harus membagi tugas sebagai seorang kepala rumah tangga.

IBU 2:
Wah, kamu memang seorang suami yang berbakti. Aku jadi iri. Masalahnya suamiku tidak begitu-begitu amat memperhatikan aku. Tapi aku tetap bahagia hidup bersama suamiku, selama dia tidak selingkuh. Dalam segi ekonomi, suamiku juga sudah bekerja cukup keras untuk menghidupi keluarga kami.

BULAK:
(sedikit salah tingkah) Ehm, eh,...baguslah. Yang terpenting buat seorang istri adalah berbakti pada suaminya. Karena hanya itulah jaminan masuk surga untuk seorang istri selain dia juga harus berbakti pada orang tuanya.

IBU 3:
Kenapa kau tidak mengisi ceramah di pengajian rutin kami tiap hari Jumat saja, Bulak? Kelihatannya kau cukup mahir dalam memberikan petuah.

BULAK:
Ah, ibu bisa saja. Belum saatnya saya pantas menjadi ustadz. Cukup dengan seperti ini saja saya mencoba untuk berdakwah.

IBU 1:
Sungguh mulia dan tulus hatimu, nak Bulak. Mengapa kau tidak menjadi ketua karang taruna saja?

BULAK:
Ibu-ibu yang saya hormati, bukannya saya tidak mau. Sekali lagi, beban saya untuk memikirkan nasib rumah tangga saya sudah cukup rumit. Jadi saya belum sanggup kalau harus menanggung nasib seluruh warga desa ini walaupun cuma sebatas pemuda-pemudanya. Saya hanya mampu memberikan semangat dari belakang saja.

IBU 2:
Andaikata pemuda-pemuda di desa ini memiliki sifat arif sepertimu, tentu desa ini akan maju.

BULAK:
(tersenyum tersipu malu) Ibu-ibu, saya pergi dulu ya. Sudah saatnya saya kejar setoran lagi. Permisi. (Bulak menghidupkan motornya dan bergegas pergi)

(Para ibu-ibu memandang kepergian Bulak dengan geleng-geleng kepala)

LAMPU FADE OUT

LAMPU FADE IN

Suasana malam remang. Kasianah duduk bersimpuh dengan mengenakan mukena. Di sekitar Kasianah, tampak orang-orang berkerudung hitam dan putih mengelilinginya dengan mengeluarkan suara-suara hewan malam (kodok, jangkrik, angin malam, dll). Di belakangnya tampak silluet dengan seorang perempuan yang ditutup matanya dan membawa timbangan di telapak tangan kanan dan kirinya (simbol justice)

KASIANAH BERMONOLOG :
”Dunia tak bertepi. Angin malam datang dan pergi kapanpun dia mau. Saat aku termenung dalam sunyi, ku hanya ditemani suara jangkrik yang setia mendengar keluh resahku. Bisuku tak sanggup meredakan beban batinku. Gejolak emosikupun tak juga sanggup berdaya. Dimanakah keadilan dapat kutemui? Wahai, sang adil....kemanakah ku harus melangkah? Kemana kuharus bawa benang kusut ini? Ku seorang diri dalam kalutku. Namun aku tak ingin terlecehkan dengan hina dina yang sama sekali tak pernah kulakukan. Hanya Tuhan yang sanggup dengarkanku. Tapi aku juga butuh keadilan yang nyata. Wahai keadilan, datanglah padaku, lepaskanlah aku dari belenggu ini. Datanglah... datanglah....”

LAMPU FADE OUT


LAMPU BLACK IN

Tampak Kasianah menjadi linglung dan hilang kendali syarafnya. Dia berpolah seperti orang gila yang menggendong boneka dikelilingi ketiga anak-anaknya yang menangis memanggil-manggil ibunya.

LAMPU BLACK OUT



- T A M A T -


Jakarta, 14 Juli 2006

TENTANGKU

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Aku adalah perempuan pejalan sepi yang senantiasa damai jika bercanda dengan bintang dan malam hari... Aku adalah aku. Terserah orang menilaiku bagaimana dan siapa aku. Yang penting, Tuhan masih memberiku nafas untuk terus berkarya, so.... LIFE ON ART MUST GO ON...