Rabu, 18 November 2009


MONOLOG
TUMBAL DEWI COKEK
Karya HERLINA SYARIFUDIN

SINOPSIS :
Kisah si Romlah, anak penjual minuman di warung remang-remang pinggir rel kereta kawasan Manggarai yang mimpi bertemu dengan seorang penari cokek yang sudah tua. Dalam mimpinya penari tua itu berpesan bahwa Romlah adalah titisan terakhir dari DEWI COKEK yang harus menemani sejumlah 2012 orang tamu dalam kurun waktu 12 bulan untuk mencapai tingkat kesempurnaan sejatinya tari Cokek yang tidak sekedar menari bagus, melainkan memiliki kemampuan menyembuhkan penyakit syahwat para lelaki dan bisa meramal masa depan. Efek positifnya, lelaki-lelaki yang pernah disembuhkan dengan Dewi Cokek akan kembali mesra bersama istri-istri mereka. Tapi, jika tidak memenuhi target sejumlah 2012,  sang leluhur akan meminta tumbal sejumlah 21 wanita malam sebagai hukuman bagi Dewi Cokek. Diantara 21 wanita itu adalah harus termasuk ibu kandung Dewi Cokek. Di sisi lain PAK KYAI MANGGARAI yang sejak lama tidak setuju dengan adanya warung remang-remang itu, berkali-kali mengancam akan menggusur kawasan ini. Dalam pandangan pak Kyai, tari Cokek itu tetap negatif walaupun itu akar lokal Indonesia. Akankah Dewi Cokek sanggup mencapai target 2012 orang tamu? Akankah usaha pak Kyai Manggarai membuahkan hasil?
NASKAH :
 (Menyanyi)
Pamedaring wasitaning ati
Cumantoko aniru pujonggo
Dahat mudho ing batine
Nanging kedah ginunggung

Datan wruh yen akeh ngesemi
Angrekso angrumpoko
Boso kang kalantur
Tutur kang katulo-tulo

Tinalaten rinuruh kalawan lirih
Mring padanging sasmita

Di bawah saksi bulan purname dan atas nama para leluhur, lo sape tadi name lo? Walah, kok jadi lupa lagi ye... Haa..., nyang keras dikit nape. Udeh tau telinga nenek-nenek.. Iye...iye...udeh denger... Romlah...Rom..me..lah...iye Romlah. Nenek ulang ye... di bawah saksi bulan purname dan atas name para leluhur, mulai nih malam Romlah adalah titisan dari Dewi Cokek. Eh, sebelum nenek lupa lagi, seharusnya lagunya tadi lagu Betawi, tapi karena ini keinginan Mbah Jambrong, katanya jangan dibeda-bedakan. Jawa Barat kek, Jakarta kek, Jawa Tengah kek, Jawa Timur kek, walang kekek kek...toh kita tetap satu pulau jadi harus kerjasame biar kompak dan kagak gampang diculik.
            Dewi Cokek? Sinten niku mbah? Kulo mboten ngertos?
            Waduh...ngomong pa ya lo barusan? Nenek kagak ngarti dah. Mbah Jambrong...!! kemane tuh orang ye? Aye butuh penterjemah nih... Eh,Romlah..emang lo kagak bise bahasa Indonesia?
            Saged. Tapi punopo sopan menawi kulo ndamel bahasa Indonesia?
            Ape? Aduh makin puyeng aye. Mbah...! help...911 nih Mbah....! Seharusnya ini tugasmu Mbah. Nape jadi aye nyang turun...waduh kalo kayak gini caranye, bisa kagak kelar-kelar nih upacaranye..
            Ono opo tho? Rame tenan mpok...wis mari urung tugasmu?
            Walah, gua manggil elo buat nejermahin, lo malah pake bahasa jawa pula. Pusinglah awak. Dari tadi tuh, gue kendala di bahasa sama ni bocah. Eh, lo malah ikut-ikutan. Udah...sono lo aje nyang nerusin upacaranye... Aye mo jalan-jalan dulu.
            Dasar mpok Limeh.... Kenopo to iku mau cah ayu? Sopo jenengmu?
            Romlah mbah. Wau niku kulo tanglet sinten Dewi Cokek niku? Nopo’o kulo sing dados titisanipun?
            (tersenyum) Bersyukurlah Romlah, tanpa kau sadari, kau ini sebenarnya adalah keturunan terakhir dari keluarga besar Nyi Cokek. Dan karenanya kamu...
            Nyi Cokek? Sinten malih niku? Cokek niku nopo sanes asmanipun tarian? Kulo niki mboten saged nari mbah.
            Hahaha....itulah ajaibnya. Romlah memang tidak bisa menari. Tapi nanti kamu tidak akan bakal percaya, setelah namamu berubah menjadi Dewi Cokek kau akan dengan lentur menarikan tarian Cokek. Dan tidak hanya itu. Kau juga mendapat anugerah bisa menyembuhkan penyakit syahwat para lelaki yang ingin berobat padamu. Tapi ingat, stelah sembuh, tarikan sebuah tarian yang mempengaruhi mereka agar kembali ke rumah tangganya. Sebagai wanita, kita harus bisa mengambil sikap. Karena kita selama ini selalu berada di sisi yang dirugikan. Betapa sakit hatinya kamu nanti, seandainya suamimu lebih doyan jajan ketimbang kerasan di rumah. Bagaimana Rom..eh Dewi Cokek?
            (masih tidak percaya) Dewi Cokek? Aku bisa menari? Rasanya itu cuma mimpi, bunga tidur. Nanti juga kalau sudah bangun, aku tetaplah Romlah. Romlah anak penjual minuman di pinggir rel kereta Manggarai. Pun nopo mbah...,niki ndunyo nyoto. Sanes khayalana. (suara petir, tanpa diduga ada kilatan cahaya menyambar tubuh Romlah. Beberapa detik Romlah sempat kejang dan akhirnya terkulai pingsan)
            Selamat datang Dewi Cokek. Tugas Dewi selama dalam masa titisan adalah menemani para tamu sampai mencapai jumlah 2012 orang tamu dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. Jika kau telah mencapai jumlah itu, maka kau telah dianggap sempurna menguasai sejatinya tari Cokek dan sebagai pamungkasnya, kau juga mendapat anugerah mempunyai kemampuan menyembuhkan para lelaki yang punya masalah dengan penyakit syahwat dan alat kelamin. Ya, bisa dibilang tabib. Tapi sebaliknya, jika dalam waktu 1 tahun ke depan kau tidak berhasil mendapatkan 2012 orang tamu, maka bencana akan datang di sekitarmu. Karena arwah leluhur pasti meminta tumbal. Dan tumbal yang diminta adalah sejumlah 21 wanita malam, termasuk salah satu diantaranya ibu kandungmu sendiri. Maka dari itu, resapi masak-masak tugas ini dan jangan sampai lengah. Karena kau punya waktu sangat rapat sekali. Aku hanya bisa memantau dari sini saja karena tugas kita cuma sampai disini. Bersyukurlah.... dan jangan kau terkejut, sebangun dirimu nanti, Romlah sudah berganti dengan Dewi Cokek. Ayo...Dewi...bangun. Bangun Dewi Cokek...tugas menantimu. Jangan sampai lewat jam 12 malam. Karena setiap jam 12 malam adalah batas akhir kau bersua dan menemani para tamu. Setelah jam 12, tugasmu adalah meditasi sampai pagi. Karena dengan meditasi, maka keseimbangan ilmu titisan yang kau dapatkan akan tetap stabil. Dan kau semakin piawai dalam menyembuhkan orang. Oh ya, satu lagi, hati-hatilah dengan Kyai Manggarai. Karena dia adalah musuh dalam selimut. Karena dia adalah satu-satunya yang tidak suka dengan keberadaan hiburan tari Cokek di warung remang-remang ini. Kau harus bisa hadapi dia dengan kepala dingin. Beri penyadaran baginya, bahwa tari Cokek adalah akar budaya kita. Kalau dia sampai berusaha ingin melenyapkan, itu sama artinya dengan menghapuskan tari Cokek dari muka bumi Indonesia selamanya. Dan kita akan jadi negara yang gundul, tanpa akar. Musik...!!!
            (terdengar musik cokek, dan seperti ada yang membangunkan, Dewi Cokek perlahan demi perlahan terbangun dan mulai bergerak mengikuti irama musik.)
            (tergopoh-musik tetap bergema) Ah, sudah jam berapa ini? Aduh sudah hampir jam 12 malam. Dan masih kurang 1 pelanggan lagi targetku untuk hari ini. (mencari-cari tamu) Bang, ngibing yuk bang....dijamin asoy geboy bang. Sini bang, jangan malu-malu. Buat bapak-bapak dan om-om yang punya keluhan pada ehm..si ‘adek’ silahkan malam ini ngibing denganku. Dijamin setelah ngibing, si ‘adek’ kembali normal, tidak bisu lagi. Ayo...ayo...mari...jangan malu-malu. Ngibing plus pengobatan ini saya buka cuma sampai jam12 malam. Lewat jam 12, silahkan antri untuk saya tangani besok.
            (dari jauh ada sekelompok orang) Razia...razia....razia !!! Hei, jangan lari kalian. Lari sama dengan pengecut. Ayo, hadapi dan langkahi mayat Kyai Manggarai dulu, kalau kalian ingin tetap bercokol disini. Para aparat disini juga sudah gerah dengan kalian. Maksiat dibungkus dengan tradisi. Betapa kotornya hidup kalian. Bersembunyi di balik keagungan budaya lokal. Cokek bukanlah tarian yang layak untuk dilestarikan. Karena di dalam tarian cokek mengandung unsur syahwat. Dan itu haram hukumnya jika bukan muhrim. Sudah lama aku dengar tentang dirimu hei Dewi Cokek. Praktek yang kau jalani selama ini busuk. Berkedok. Kau pasti punya tujuan yang lebih hina daripada itu. Mana ada lelaki yang sudah terbiasa mangkal disini, terus bisa sembuh setelah menari denganmu? Yang ada malah para lelaki itu jadi ketagihan.
            Maaf pak Kyai Manggarai yang terhormat. Anda beragama bukan? Dan bukankah di dalam agama anda diajarkan untuk tidak saling berburuk sangka sebelum tahu yang sebenarnya? Jadi tolonglah,..jangan kau buang energimu dengan sholat sampai nungging-nungging tapi hatimu tak sesuci air wudhu yang menyirami wajahmu. Dan kenapa pula pak Kyai risau dengan keberadaan kita disini? Toh, para aparat tidak ada masalah. Kalau tarian ini berbau seks, sudah pasti para aparat akan membubarkan kita. Karena merekalah yang memantau kita 24 jam disini. Jadi, apa sebenarnya masalah pak Kyai? Apa jangan-jangan waktu masih muda dulu pak Kyai punya trauma dengan penari Cokek? Hahaha...        
            Hei..! Jaga bicaramu perempuan jalang. Astaghfirullah... berani-beraninya kau bersu’udzon padaku. Laknat bagimu kelelawar malam... Tuhan amat murka dengan dengan umatnya yang gemar berburuk sangka.
            Nah, itu pak Kyai sendiri sudah paham. Tapi mengapa bapak seperti tidak mengerti dengan ucapan bapak sendiri? Pak Kyai, Tuhan menciptakan bumi dan langit ini sebagai 2 kutub keseimbangan. Ada senang ada sedih. Ada gelap ada terang. Ada hitam ada putih. Tapi bukan berarti saya menempatkan diri sebagai pihak yang hitam. Mungkin hitam dikacamata sebagian orang. Tapi belum tentu hitam dibalik kacamata orang-orang yang sering kemari. Tujuan saya cuma membantu siapa yang membutuhkan bantuan. Dan itupun sesuai dengan skill saya. Saya juga tidak mengambil lahan pekerjaan orang. 
                  Tapi sadarlah, bahwa pekerjaanmu itu musyrik, syirik. Di balik tarian maksiat itu, kau juga menjalankan profesi yang mendahului kehendak Tuhan. Kau bohongi para lelaki dengan ramalan-ramalan bualanmu. Tak ada itu titisan Dewi Cokek. Itu takhayul. Titisan hanya ada dalam dongeng. Jadi segera sadarlah kau. Siapa dirimu? Segeralah keluar. Keluarlah pada realita bahwa kau adalah Romlah. Anak bude Riwo. Kasihan ibumu. Setiap hari dia merana mencarimu. Dewi Cokek, lepaskan Romlah. Biarkan dia tenang dengan dunianya.
            Tidak. Aku adalah Dewi Cokek. Aku membawa misi untuk mempertahankan tari cokek ini agar tetap hidup. Karena nyawa tari Cokek ada di tanganku. Jika aku lalai, maka taruhannya ada 21 nyawa teman-temanku akan melayang, termasuk salah satunya nyawa ibuku. Andai kau ada di posisiku pak Kyai mangagrai yang baik hati lagi budiman. COKEK HARUS TETAP MENYALA DALAM DIRIKU, SAMPAI TITIK NAFASKU YANG PENGHABISAN. Dan ku berdoa bagi orang-orang yang menganggap tarian ini adalah tarian maksiat, semoga dosanya diampuni olehNya. (adzan subuh) Sepertinya Tuhan telah berlaku adil pada kita, pak Kyai. Silahkan bapak tunaikan ibadah sholat subuh. Masih ada hari esok, jika Tuhan mengijinkan kita untuk bersua.
            (geram) Lihat saja nanti. Kali ini kau selamat. Tapi, Tuhan tidak tidur. Dan aku tidak akan putus asa untuk mengusir kalian dari tempat ini. Astaghfirullah... Saya sholat dulu. Asalamu’alaikum.
            (tertawa geli-hela nafas-teriak) TUGASKU BELUM SELESAI. TAK ADA YANG BISA MENGHALANGIKU. AKU, DEWI COKEK. SIAPAPUN YANG BERANI PADAKU, SILAHKAN TANGGUNG SENDIRI RESIKONYA.
            (terdengar suara memanggil-manggil) Romlah...dimana kamu nak? Mak lelah mencarimu nak. Kenapa kau tiba-tiba menghilang tanpa kabar? Mak tidak ingin mendengar berita tragis. Mak yakin, kau masih hidup dan sehat wal’afiat nak. Mak dapat merasakannya. Dan Mak merasa dirimu saat ini ada di dekat Mak nak. Tapi dimana kau bersembunyi? Keluarlah Romlah... Mak kangen padamu nak. Romlah...Romlah....
            (seperti suara petir-tiba-tiba ada secercah cahaya menyambar tubuh Dewi Cokek, dan Dewi cokek kejang sebentar lalu pingsan) Romlah....kamu darimana tadi nak? Bangun Romlah...Romlah...kenapa kamu tiba-tiba pingsan nak? (wajahnya diusap dengan air) Brrrrr....dingin...ih emak. Kan Romlah jadi kaget. Mak, Kyai Manggarai sudah pulang ya? Mana teman-teman yang lain? Koq sepi mak?
            Kyai Manggarai siapa nak? Teman-temanmu ya dah pada pulang ke kost. Kan sudah pagi. Mak pernah dengar sih nama Kyai Manggarai. Tapi bukankah Kyai itu kalau tidak salah sudah meninggal2 tahun yang lalu? Memang sih, Kyai itu terkenal sekali disini. Karena pak Kyai itu orangnya pantang menyerah untuk menggusur kawasan ini. Beliau sangat tidak suka melihat pemandangan seperti ini. Tapi emak dan kawan-kawan selalu bisa melawan dan akhirnya sampai sekarang masih bisa menempati. Ngomong-ngomong, kenapa kamu berpakaian seperti ini? Ini kan baju penari cokek.
            Lho, emak tau darimana? Berarti emak kenal dengan Dewi Cokek?
            Legenda Dewi Cokek. Tragis sekali kalo ingat kisah itu. Padahal dulu tempat ini ramai sekali karena tiap malam ada tarian cokek, ada yang bisa penyembuhan, atau minta diramal masa depannya. Makanya dulu penghasilan mak tiap malam sangat menjanjikan. Tapi semenjak Dewi Cokek lenyap, lambat laun tempat ini berangsur sepi. Dan setiap hari aktifitasnya cuma ngobrol saja. Tidak lagi ada tarian seperti dulu. Padahal mak lebih suka suasana yang dulu.
            Mak ingin suasana yang dulu kembali lagi? Aku bisa bantu. Mak pasti kaget. Coba lihat. Musik..! (Romlah menari ikuti irama musik cokek) diikuti para tamu dan wanita malam lainnya.

Gilas....
Gilaslah aku....
Aku cuma seonggok akar yang mudah tercabut atau mudah tertelan tanah kembali
Aku hanya ingin bertahan hidup
Aku tak ingin menyeberang melintas rel
Aku hanya ingin berjalan beriringan di sepanjang rel tanpa saling mengganggu
Kita sama-sama berjalan di jalan kita masing-masing
Dan akan tetap ada
Sampai roda waktu yang akan mengikisku dengan alami
AKU DEWI COKEK
TUMBALKU ADALAH DIRIKU SENDIRI


Jakarta, 18 November 2009

2 komentar:

Anonim mengatakan...

kak lina...ya ampunn seneng bgt bisa ketemu blog k lina...ku jd tambah kangen pengen kya dulu....

hehehehe nyuci motor buat cari dana pementasan....

-anis74-

Unknown mengatakan...

bgus..mbaa.., aku dah baca karya mu.,

TENTANGKU

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Aku adalah perempuan pejalan sepi yang senantiasa damai jika bercanda dengan bintang dan malam hari... Aku adalah aku. Terserah orang menilaiku bagaimana dan siapa aku. Yang penting, Tuhan masih memberiku nafas untuk terus berkarya, so.... LIFE ON ART MUST GO ON...